- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Hujan mengguyur kota.
Bau logam dan aspal basah menyesakkan udara malam.
Di atas atap gedung kosong, Wing berdiri diam, jas hujan hitamnya berkilat dalam cahaya lampu jalan yang redup.
Tangannya memegang koper kecil berisi senjata pilihan—kaliber 9mm, pisau tempur, dan satu catatan kecil bertuliskan "Lucas. Lokasi: The Black Orchid Bar."
"Dia telah melakukan hal keji kepada—."
Sementara itu, di sisi lain kota, Jacob berdiri di depan cermin kecil di ruang brifing rahasia.
Ia sudah terlalu lama beraksi di jalanan—memburu bayangan dalam bayangan.
Ia mengenakan rompi anti peluru, menyelipkan pistol di pinggangnya, dan melangkah ke malam yang bau darah.
The Black Orchid Bar adalah tempat orang-orang berpesta dan minum-minum.
"Pantau sekitar, bunuh semua orang yang mencurigakan." Lucas berkata datar, tanpa menoleh.
Emilia mengangguk singkat.
Pukul 23:47.
Wing menelusuri koridor sempit The Black Orchid Bar, langkahnya setenang bayangan. Suara musik berdentum di bawahnya, tetapi di sini, di lantai atas, dunia seolah membeku dalam ketegangan.
Saat mendekati pintu berlapis tirai merah—pintu menuju ruang Lucas—Wing berhenti. Matanya menangkap bayangan kecil bergerak cepat dari samping.
Refleks, ia mundur.
Emilia muncul dari kegelapan—mengayunkan pisau ke arah Wing.
Wing berputar, menghindar, tapi pisau itu tetap menggores bahunya.
Darah hangat mengalir, tapi Wing tetap tenang. Ia melangkah mundur, menarik pistol dari balik jaketnya.
Emilia tersenyum tipis, gerakan tubuhnya seperti penari maut. Serangan demi serangan ia lancarkan, menyerang dengan pisau pendek di tangan kiri dan sebuah senjata kecil di tangan kanan.
Mereka bertarung sengit di koridor sempit. Tendangan menghantam, peluru meleset menghancurkan lampu gantung, pisau menyayat udara.
Tapi Wing lebih terlatih. Ia berhasil mengunci lengan Emilia, memelintirnya hingga terdengar bunyi retakan kecil.
Dengan sekali dorongan, Wing membanting Emilia ke dinding.
Emilia terhuyung, tapi dengan sisa tenaga ia menghunus pisau kedua dari sepatunya.
"I got you!" Wing mendesis. Pistol teracung ke arah dahi Emilia.
DOR!
Tubuh Emilia jatuh ke lantai, darah menggenang cepat.
Namun suara tembakan itu... menggetarkan seluruh lantai bawah.
Semua orang mendengar.
Termasuk Jacob, yang baru saja mendekat melalui pintu darurat.
Dan juga Lucas, yang berada di dalam ruangannya, hanya berjarak satu pintu dari pertarungan itu.
Lucas, yang tadi santai dengan segelas whiskey di tangannya, kini melempar gelas itu ke lantai, mendesis marah.
"Brengsek! Mereka datang lebih cepat dari yang kuduga."
Tanpa pikir panjang, Lucas mengangkat shotgun yang tergeletak di samping kursinya, menarik tuasnya hingga terdengar bunyi khas krek.
Dia membuka pintu ruangannya dan mendapati pemandangan kacau. Emilia tergeletak mati, seorang pria asing berdiri di atasnya, dan langkah sepatu cepat mendekat dari ujung lorong, seseorang berseragam polisi—Jacob.
Lucas tahu, ini sudah bukan lagi soal bertahan. Ini soal hidup atau mati.
Dia menarik pelatuknya—menembak ke arah Wing dan Jacob bergantian.
Namun, tanpa pikir panjang, Jacob melempat granat ke arah mereka. BOOM!
Lantai hancur. Wing dan Lukas terpental ke sisi berbeda.
Inilah awal pertarungan final.
Pertarungan berdarah tiga arah dimulai.
Wing bersembunyi di balik tiang beton retak, napasnya memburu.
Jacob, dari sisi lain, berjongkok di belakang meja terbalik, mencoba menilai situasi.
Lucas, dengan shotgun di tangan, berdiri di tengah lorong sempit—raksasa dalam badai.
Dia menembakkan peluru brutal ke segala arah, memaksa Wing dan Jacob tetap berlindung.
Tapi Wing bukan tipe yang bertahan lama. Dengan ketepatan luar biasa, dia menggeser diri ke posisi yang lebih tinggi, menaiki balok besi yang runtuh.
Dari atas, Wing membalas tembakan—menghantam bahu Lucas.
Lucas meraung, darah memercik.
Jacob, memanfaatkan celah itu, keluar dari perlindungan dan menyerbu Lucas.
DOR! DOR!
Tembakan Jacob melukai perut Lucas, tapi tidak menjatuhkannya.
Lucas menyerang balik, shotgun-nya menghantam Jacob dengan keras ke perut, membuatnya terlempar ke dinding. Beruntung dia mengenakan rompi anti peluru. Namun serangan itu tetap sangat kuat.
Wing melompat dari atas balok, mendarat keras di belakang Lucas.
Pukulan Wing menghantam rahang Lucas, Lucas membalas dengan tendangan berat ke dada Wing.
Jacob bangkit, mulutnya berdarah, dan ikut masuk ke pertarungan.
Kini, tiga orang itu bertarung dalam jarak sangat dekat—tinju, tendangan, tusukan pisau.
Tanpa rencana.
Tanpa aturan.
Hanya naluri bertahan hidup.
Lucas mulai melambat, tubuhnya penuh luka.
Wing melihat kesempatan.
Dengan gerakan cepat, dia menusukkan pisau ke bahu Lucas, membuat shotgun-nya terjatuh.
Jacob menendang senjata itu menjauh, lalu melepaskan satu tembakan presisi.
DOR.
Peluru menghantam dada Lucas.
Lucas jatuh terduduk, terbatuk-batuk darah.
Dengan suara parau, dia berbisik, "Anjing....!"
Dan sebelum bisa menarik napas lagi, dia terjatuh ke belakang, mati.
Tersisa hanya Wing dan Jacob, sama-sama kelelahan, sama-sama berdarah.
Jacob mengangkat pistolnya, mengarah ke Wing. Matanya keras, penuh dilema.
Wing hanya berdiri di sana, menatap Jacob tanpa gentar. Dia sudah siap menghadapi serangan polisi itu.
Namun mereka berdua hanya diam. Malam membeku.
Akhirnya, Jacob menurunkan pistolnya perlahan.
"Pergilah, aku akan menangkapmu nanti." Jacob menatap Wing tajam.
Wing tak berkata apa-apa. Lagipula dia tidak dibayar untuk membunuh seorang polisi.
Dengan satu anggukan kecil, ia berbalik, melangkah menuju sisi gelap ruangan itu.
Seperti hantu.
Meninggalkan Jacob seorang diri di dalam bangunan yang bau darah dan kematian.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar